Membangun Keluarga Sakinah II



el-maliky
Menunaikan Hak Isteri



1.  Memperoleh belanja (nafkah) yang cukup sesuai dengan kadar kemampuan suami. Hak suami ditentukan oleh Allah dengan firman-Nya:

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Artinya:
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf.” (QS. al-Baqarah, 2:233).

Dan firman-Nya:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا ءَاتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا ءَاتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Artinya:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. al-Thalaq, 65:7).

2.  Memperoleh tempat tinggal yang layak sesuai dengan kemampuan suami.
Allah memerintahkan suami untuk menunaikan hak isteri ini dalam firman-Nya:
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ
Artinya:
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.” (QS. al-Thalaq, 65:6).

3.  Memperoleh perlakuan yang baik.
Allah berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Artinya:
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. al-Nisa’, 4:19).

Perlakuan yang baik kepada isteri dapat dilakukan suami dengan cara-cara:
a.  Suami memberinya makanan yang cukup, pakaian yang layak dan perhiasan yang tak mengecewakan. Juga tidak memukul muka dan tidak menjelekkannya.
Dalam kaitan ini diriwayatkan bahwa Mua’wiyah putra Abi Sofyan pernah bertanya kepad Rasulullah Saw, katanya: “Ya Rasulullah, apakah hak seorang isteri kepada suaminya ? Jawab Rasulullah:
قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوِ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
Artinya:
“Engkau memberi makan kepadanya apa yang engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana yang engkau pakai. Janganlah engkau memukul mukanya. Jangan engkau menjelekkannya, kecuali masih dalam satu rumah.” (HR. Abu Daud No. 1830).

b.  Suami menerima keadaan si isteri menurut apa adanya.
Artinya suami dituntut menyadari apabila kemudian mendapati isterinya dilekati oleh sifat-sifat kekurangan, karena bagaimanapun isteri itu adalah manusia biasa. Jika suatu ketika menjengkelkan, maka hal itu adalah biasa, sehingga suami tidaklah benar apabila senantiasa menurut isterinya berbuat dan bersikap seperti apa yang diharapkan.
Rasulullah Saw mengingatkan:
اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
Artinya:
“Berwasiatlah kepada perempuan dengan baik. Karena perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang paling bengkok. Dan tulang rusuk yang paling bengkok adalah atasnya. Jika engkau dengan kerah (ngotot) meluruskannya, niscaya akan mematahkannya. Tetapi kalau engkau biarkan niscaya akan tetap bengkok. Berwasiatlah kepada perempuan” (HR. Bukhari No. 4787; Muslim No.2671).

Hadits tersebut mengingatkan setiap suami bahwa karakter perempuan secara alami adalah bengkok. Untuk meluruskannya hampir-hampir tidak mungkin karena bengkoknya itu ibarat tulang rusuk yang berbentuk busur yang memang tidak dapat diluruskan. Karena itu dalam menggauli isteri hendaklah memperhatikan kodratnya yang alami itu. Dan apabila setelah dengan baik, ternyata tidak menunjukkan hasil yang diharapkan, suami dituntut menerima segala kekurangan asal dalam batas-batas yang masih dapat ditolerir, seperti suka mengeluh, manja dan sejenisnya. Tetapi kalau isteri suka memfitnah, suka mengganggu tetangga, lebih-lebih suka berbuat serong, maka tentu saja suami harus segera mengupayakan agar kebiasaan buruk itu dapat berubah dan diperkecil atau dikurangi intensitasnya.
c.   Suami mengumpuli isterinya dengan baik, antara lain dengan cara:
1)  Tidak melihat auratnya yang paling vital.
2)  Ketika mengumpulinya diawali dengan membaca basmalah.
3)  Mengumpulinya di tempat yang tertutup, dan tidak membuka rahasia persenggamaan.
4)  Mengumpulkan dengan sungguh-sungguh, artinya jangan mengakhiri hajat apabila isteri belum mencapai hajatnya (klimaks).
5)  Mengumpulinya pada tempat yang diperintahkan Allah (QS. 2:222), bukan pada dubur atau tempat lainnya. Menurut Imam Ahmad, Rasulullah Saw mengutuk siapa saja yang mendatangi isterinya pada duburnya (HR. Ahmad No. ).
d.  Apabila terpaksa menthalaknya, hendaklah menthalak dan merujuknya dengan baik, sebagaimana diperintahkan Allah Swt.

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ ضِرَارًا لِتَعْتَدُوا وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ
Artinya:
“Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang makruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang makruf (pula). Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (QS. al-Baqarah, 2:231).




Bookmark the permalink.

Leave a reply