Cinta
kepada Rasul Allah
Cinta
kepada Rasul Allah adalah bagian tak terpisahkan dari cinta kepada Allah itu
sendiri. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 31 menyatakan: “Katakanlah, jika kamu benar-benar mencintai
Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.”
Ini berarti bahwa mencintai Rasul Allah itu adalah bagian terpenting dari
kecintaan kepada Allah, bahkan boleh dikatakan merupakan syarat mutlak bagi
kesempurnaan cinta kepada Allah tersebut.
Allah
dan Rasul-Nya, meskipun berbeda satu sama lain, namun dalam hal cinta keduanya
tidak boleh dipisahkan. Menurut salah satu hadits yang diriwayatkan dari Anas
bin Malik, Rasulullah Saw. pernah menyatakan bahwa cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya merupakan sumber kenikmatan dan kelezatan iman.
Rasulullah
Saw bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ
الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ
فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Artinya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa
memilikinya, ia akan memperoleh kelezatan iman, yaitu: Pertama, Allah
dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya. Kedua,
seseorang tidak mencintai kecuali karena cintanya kepada Allah. Ketiga,
dibenci kembali kepada kekafiran sebagaimana dia benci dilemparkan ke dalam
neraka.” (HR. Bukhari)
Ada
beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa kita dituntut untuk mencintai
Rasul Allah. Di antaranya ialah:
Pertama:
Rasul Allah adalah duta-duta yang menjembatani antara kita dengan Allah Swt.
Tanpa kehadiran beliau-beliau niscaya kita akan timbul tenggelam dalam
kegelapan dan kesesatan, kezaliman dan kebiadaban. Mereka adalah pelita dunia
dan akhirat,
yang menerangi jalan hidup kita, dan menyelamatkan manusia dari kehancuran dan
kebiasaan.
Kedua:
Rasul Allah adalah makhluk-makhluk pilihan yang memiliki kepribadian luhur dan
akhlak yang mulia. Mereka, tanpa kecuali, telah mencurahkan segala waktu dan
tenaganya untuk menuntun kita kepada jalan yang lurus, tanpa mengharapkan upah
sedikitpun.
Ketiga:
Rasul Allah, khusus yang diutus kepada kita di akhir zaman ini, Rasulullah Saw,
selain berakhlak mulia dan menjadi rahmat bagi seluruh alam, beliau telah
meninggalkan buat kita dua pusaka yang tidak lapuk kena panas dan tidak lekang
kena hujan, yaitu Kitabullah al-Qur’an dan Sunnah beliau. Jika dua pusaka ini
kita pegang teguh niscaya kita tidak akan sesat untuk selama-lamanya.
Di
dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan perihal Rasulullah Saw,
yang mengharuskan kita mencintai beliau melebihi kecintaan kita kepada diri
sendiri. Misalnya:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا
عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya:
“Sesungguhnya telah datang
kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang mu'min.” (QS. al-Taubah, 9:128).
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ
كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada
(diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.
al-Ahzab, 33:21).
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ
وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ
رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي
وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ
فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى
عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا
عَظِيمًا
Artinya: “Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat
mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala
yang besar.” (QS. al-Fath}, 48:29).
Dengan
ayat-ayat tersebut, Allah secara tidak langsung mengharuskan kita mencintai
Rasulullah Saw. Beliau adalah sebuah pribadi yang paripurna; pahlawan yang
gagah perkasa di medan pertempuran, pemimpin yang arif bijaksana dalam
pemerintahan dan keluarga, dan sahabat yang ramah-tamah dalam pergaulan. Pada
diri beliau terkumpul seluruh sifat-sifat terpuji. Tidak ada pada diri beliau
sifat-sifat tercela, betapapun kecilnya.Selain pernyataan pada ayat-ayat di
atas, secara khusus Allah memuji ketinggian akhlak Rasulullah saw:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam, 68:4).
Rasulullah
Saw sungguh suatu pribadi yang agung dan simpatik. Hal ini diakui oleh kawan
maupun lawannya. Karena itu, sangatlah tidak wajar jika kita sebagai umatnya
tidak memberikan perhatian khusus kepada beliau. Kita dituntut mencintai beliau
lebih daripada yang lainnya. Dan ini, menurut salah satu sabda beliau,
merupakan bagian dari kesempurnaan iman.
Dari
Anas bin Malik, katanya, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِينَ
Artinya: “Tidaklah sempurna iman
salah seorang di antara kamu sampai ia mencintai aku lebih dari kecintaannya
kepada orang tuanya, anaknya, dan manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari No. 14)
Mencintai
Rasulullah Saw berarti mentaati dan mengikuti dengan senang hati segala
petunjuk-petunjuknya; menolong agama yang dibawanya, mengasihi umatnya,
meneladani sunnah-sunnahnya, memulaikan dan menghormatinya, keluarganya, para
sahabatnya, dan isteri-isterinya. Selain itu memperbanyak salawat untuk beliau,
sebagaimana diperintahkan Allah:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah
kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab,
33:56).
Bersalawat
artinya: Kalau dari Allah berarti memberi rahmat; dari malaikat berarti memohonkan
ampun dan kalau dari orang-orang mukmin berarti berdoa supaya diberi rahmat
dengan mengucapkan:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Artinya:
“Ya Allah, berilah kiranya salawat
kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau berikan kepada Ibrahim dan keluarga
Ibrahim. Dan beri berkahlah kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana telah
Engkau berikan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, di seluruh alam,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Bukhari No. 3119; Muslim
No.614; Turmudzi No. 445).
Bersalawat
untuk nabi adalah cerminan dari kecintaan kepada beliau. Setida-tidaknya, salawat
itu dibacakan untuk nabi pada waktu melakukan shalat, yaitu ketika duduk
tasyahhud setelah membaca doa tasyahhud. Jika ada orang menyebut nama nabi Saw tersebut,
hendaklah disambut dengan ucapan “Allahumma shalli wa sallim alayh”. Ini adalah
salawat yang minimal. Lebih dari itu adalah lebih baik dan memiliki nilai
tambah di hadapan nabi Muhammad Saw di akhirat kelak.
Adanya
nilai tambah bagi orang yang memperbanyak salawat itu, tergambar dalam sabda
Rasulullah Saw berikut.
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا
اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً
فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ
Artinya: “Dari Abu Hurairah,
katanya: Bersabda Rasulullah Saw: Tiadalah duduk suatu kaum di suatu tempat,
dan di situ mereka tidak mengingat Allah dan tidak pula bersalawat untuk nabi Saw,
kecuali di akhirat nanti mereka akan menyesal.” (HR. Turmudzi No. 3302)
Hadits
ini mengajarkan kita tentang nilai zikir dan salawat. Menurut hadits itu, jika
kita duduk pada suatu tempat dan tidak ada yang kita lakukan kecuali duduk itu,
kita akan menyesal di hari kiamat nanti mengapa waktu senggang itu tidak kita
pergunakan untuk berzikir dan bersalawat. Padahal, kita ketahui, zikir dan salawat
itu adalah bukti kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedang di akhirat nanti,
seseorang pasti bersama dengan siapa yang dicintainya, sebagaimana dinyatakan
oleh Rasulullah Saw:
أَنْتَ
مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya: “Engkau akan bersama
dengan siapa yang engkau cintai.” (HR. Bukhari No. 3412,5705; Muslim No.
4775-4777)
Dalam
riwayat lain disebutkan:
الْمَرْءُ
مَعَ مَنْ أَحَبَّ وَأَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya: “Seseorang akan bersama
siapa yang lebih dia cintai dan engkau akan bersama orang yang kau cintai.” (HR.
Turmudzi No. 3412)
Ya
Allah, semoga Engkau memasukkan kami ke dalam jajaran orang-orang yang
mencintai-Mu dan Rasul-Mu, dan menjauhkan kami dari orang-orang yang mendurhakai
dan memusuhi-Mu dan Rasul-Mu. Kami telah mendengar ketika Engkau berfirman: “Barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas yang ditentukan-Nya,
niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam neraka untuk selama-lamanya, dan baginya
azab yang menghinakan.”
Amin
ya Rabbal’Alamiin!