Thoriqot An-Naqsyabandy

el-maliky




Thoriqot an-naqsyabandy adalah suatu kaifiyah mengerjakan ibadah semata-mata mengaharap keridhoan Alloh SWT. demi mendapat limpahan nur ma’rifat yang besumber dari rosulullh SAW. kemudian Rosulullah menuangkan nur tersebut ke dalam hati(lathifah) sayyidina Abu Bakar r.a., sayyidina Abu Bakar r.a. menuangkan kedalam hati Salman Al-Farisy r.a. dan seterusnya melalui guru-guru mursyid sehingga sampai kepada kita. Oleh karena itu mengamalkan thoreqot ini harus melalui ijazah(baiat dalam istilah ilmu thoriqot) kepada seorang mursyid yang betul-betul telah mendapat ijazah dari guru sebelumnya dengan silsilah yang jelas.

Dalam thoriqot an-naqsyabandy tidak di perkenankan bahkan larangan keras mengamalkan thoriqot ini tanpa ijazah dari seorang guru mursyid meskipun dia sudah memahami thoriqot ini melaluli semisal kitab yang membahas tatacara berthoriqot seperti kitab Lawami’ul Anwar dan Tsamrotul Fiqriyah. Di dalam kitab syarah ADZKIYA’ di jelaskan bahwa orang yang berguru hanya kepada buku banyak salahnya ketimbang benarnya, Rosululloh SAW. bersabda: “Barang siapa yang belajar suatu ilmu tanpa seorang guru maka syetanlah yang menjadi gurunya”.

Thoriqot an-naqsyabandy adalah thoriqot yang menekankan pada pengamalan ibadah ruh dan jiwa untuk di latih selalu berdzikir kepada Alloh SWT. karena pengamalan atau ibadah yang di lakukan jasad akan putus ketika di tinggal oleh ruh, sebagaimana sabda Rosululloh SAW. : “Ketika anak adam meninggal dunia maka terptutuslah seluruh amal ibadanya…”, sedangkan ruh tetap abadi. Ruh adalah dimensi lain manusia yang akan menerima konsekuensi pertanggun jawaban kelak di hadapan Alloh selama Ia hidup di alam dunia.

Oleh karena itu wajib bagi kita untuk menyiapkan diri melatih ruh dan jiwa berdzikir kepada ALLOH demi memperoleh Manfaat Dzikir dan Fadilah Dzikir, agar perjalanan hidup kita selanjutnya(setelah kematian) tidak menemui rintangan baik di alam barzah, mahsyar maupun di alam akherat. Perjalanan setelah alam dunia jauh lebih lama dan lebih berat, jika kita menyadari hal ini maka hendaklah kita penuh lapang dada dan berbahagia untuk menyegerakan diri ikut berbaiat dan masuk pada thoriqot an-naqsyabandy karena hanya thoriqot inilah satu-satunya thoriqot yang mengajarkan ibadahnya ruh dan jiwa sebagaimana tauziyah KH. Zahid Lathifi Mursyid thoriqot an-naqsyabandy al-mudhariyah.

Di dalam sufisme Islam di kenal tiga istilah, yaitu syare’at, thoriqot dan hakikat. Ketiganya merupakan jalan berbeda tetapi saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya; syare’at merupakan amaliyah ibadah yang harus di lakukan dengan perantara jasad seperti sholat, zakat, puasa dan ibadah lainnya; thoriqot merupakan sisi lain yang hanya bisa di lakukan oleh ruh atau jiwa sedang hakikat adalah ibadah yang harus di amalkan melalui perbaduan dari syare’at dan thoriqot. Ulama’ salaf mengibaratkan syare’at sebagai perahu, thoriqot laksana samudra sedangkan hakekat merupakan intan mutiara yang berada jauh di dasar samudra.

Untuk mendapatkan indahnya mutiara pertama-tama kita harus naik perahu terlebih dahulu melalui luasnya lautan barulah selanjutnya kita bisa menyelam kedalam lautan untuk mencari kilauan mutiara, mustahil untuk memperoleh kilauan mutiara hanya dengan naik perahu tanpa mengarungi samudra, sungguh ironis dan memberatkan mengarungi luasnya samudra tanpa naik perahu demi mendapatkan kilauan mutiara. Bodohnya kita mengaku-ngaku mencapai hakekat tanpa syare’at dan thoreqot, bodohnya kita terkecoh dengan indanya perahu padahal lautan masih luas membentang dan alangkah sonbongnya kita menganggap cukup dan berbangga diri bertamasya di lautan dengan perahu yang indah padahal jauh di dasar lautan banyak kilauan mutiara teramat indah menggiurkan.

Alloh SWT. berfirman: “seandainya mereka menetapi di atas thoriqot tersebut, niscaya kami berikan kepada mereka ilmu ma’rifat”. Sehubungan dengan ayat ini di jelaskan di dalam kitab Tafsir Showi hal. 216 bahwa sandainya para hamba bersungguh-sungguh mengamalkan dan menetapi thoriqot semata-mata demi mendapatkan ridho dari Alloh, maka Alloh pasti akan mencurahkan ilmu sirri dan ilmu ma’rifat serta mahabbah kepada hamba tersebut. Ilmu ma’rifat meliputi ilmu, halim, hikmah, iman, islam dan yaqin kesemuanya telah di tuangkan jibril kedalam lathifah Rosululloh. Rosululloh menuangkan ilmu ma’rifat tersebut ke dalam hati(lathifah) sayyidina Abu Bakar r.a., sayyidina Abu Bakar r.a. menuangkan kedalam hati Salman Al-Farisy r.a. dan seterusnya melalui guru-guru mursyid.

Al-Imam al-Ghozali menjelaskan ilmu ma’rifat ini di dalam kitab Ihyau ‘Ulumiddin juz 3 hal. 19: “adakalanya ilmu ini masuk kedalam hati melalui perantara pengajian dan pembelajaran atau adakalanya dengan bertafakkur terhadap apa yang ia lihat sehingga hatinya di penuhi dengan ilmu ini”. Beliau menegaskan lebih lanjut ada kalanya ilmu ini di peroleh dengan menyendiri dan ‘Uzlah(menjahui keramaian) kemudian memejamkan mata, memandang lathifah, mengosongkan pikiran, hanya mengharap limpaha nur ilahi serta membuang semua pikiran yang merintangi sehingga terpancarlah sumber ilmu dari dalam hati.

Menurut Al-Imam al-Ghozali ilmu ini lebih bening dan lebih  abadi, kadang lebih terang dan lebih hebat serta besar manfaatnya. Memancarnya ilmu ini dari dalam hati bukan melalui ikhtiar tetapi ilmu ma’rifat di berikan oleh Alloh hanya kepada hamba pilihan, yaitu orang-orang yang senantiasa membersihkan hatinya dari penyakit bathin seperti riya’, ujub, hasud, takabur, tazkiyatun nafsi, ujub biljahi walmal dan penyakit bathin lainnya.

Tulisan ini sebagian besar istimbat wal I’tibar kepada penjelasan guru saya yang mulya Syaikh Haji Lathifi Baidhowi r.a. Mursyid Thoriqot An-Naqsyabandiyah Al-Mudhariyah di dalam kitab Beliau yang berjudul SYU’LATUDDINIYAH ‘ALA ISROIN NAQSYABANDIYAH semoga bermamfaat dan menjadi amal Beliau yang maqbulan. AMIIN
                                                                          

Bookmark the permalink.

Leave a reply