Berniaga Secara Islam



el-maliky
Perdagangan atau jual-beli merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Lebih-lebih lagi dikalangan masyarakat modern seperti sekarang ini. Jual-beli dibenarkan oleh al-Qur’an, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah Swt:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ  وَحَرَّمَ الرِّبَا
 “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. al-Baqarah, 2:275).

Allah menghalalkan jual-beli berarti Allah membenarkan jual-beli itu sebagai salah satu mata pencaharian. Hasil atau keuntungan dari jual-beli itu halal dimakan, selama dilakukan dengan cara yang wajar, tanpa ada unsur kericuhan dan kecurangan.

Dalam proses jual-beli pasti melibatkan orang banyak, setidak-tidaknya dua orang, yaitu penjual dan pembeli. Karena itu al-Qur’an yang sangat memperhatikan kepentingan orang banyak, memberikan beberapa ketentuan. Ketentuan-ketentuan itu dimaksudkan selain untuk melindungi kepentingan orang banyak juga menghindari tindakan sewengan-wenang pihak pemilik modal.

Di antara beberapa ketentuan al-Qur’an sehubungan dengan jual-beli antara lain ialah, penjual tidak dibenarkan:

1.      Berlaku curang dalam menakar, menimbang, dan mengukur.

Allah berfirman:

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ - الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ - وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS. al-Muthaffifin, 83:1-3).

2.      Mengecoh/ menipu.

Rasulullah Saw bersabda:
وَمَنْغَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
"Barang siapa mengecoh, ia bukanlah dari golongan kami." (HR. Ibnu Majah N o. 2216; Ahmad No. 4867).

 Rasulullah Saw bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُ
Artinya:
"Muslim itu adalah saudara Muslim lainnya. Tiada halal bagi seorang Muslim apabila ia menjual kepada saudaranya sesuatu benda yang ada cacatnya, ia menyembunyikan atau tiada menerangkan kecacatana benda itu.” (HR. Ibnu Majah No. 2237).

3.      Menimbun barang-barang kebutuhan pokok.

Rasulullah Saw bersabda:
مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ
"Siapa saja yang mengumpulkan barang dan menyimpan/ menyembunyikan dengan maksud agar harga barang itu naik/ mahal, maka orang itu benar-benar berbuat kesalahan/dosa." (HR. Muslim No. 3012; Turmidzi No. 1188).

4.  Bersumpah menyatakan bahwa barangnya baik atau harganya sekian-sekian, padahal kenyataannya adalah kebalikannya.

Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ حَلَفَ عَلَى مَالِ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقِّهِ لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ
"Barangsiapa bersumpah dengan suatu sumpah untuk mengambil hak orang Islam dengan jalan yang tidak hak, pastilah ia akan menjumpai Allah, sedang Allah dalam keadaan marah kepadanya."(HR. Bukhari No. 1190; Muslim No. 198).

Penting diperhatikan, bahwa ketentuan umum yang digariskan al-Qur’an sehubungan dengan harta benda, ialah setiap orang dilarang mengambil harta sesamanya dengan cara batil.
Allah berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil.” (QS. al-Baqarah, 2:188).

Pernyataan/larangan al-Qur’an tersebut tentunya harus benar-benar kita perhatikan. Bila misalnya kita berjual-beli, hendaklah kita menjauhi tipuan dan kicuhan, kita jauhi sumpah palsu dan penimbulan barang dengan maksud mendapatkan keuntungan pribadi, dan kita jauhi pula cara-cara dagang yang mengorbankan kepentingan orang banyak. Kita upayakan tercipta iklim perdagangan yang sehat, yaitu perdagangan yang dibina di atas kejujuran dan kebenaran. Kita harus ingat, bahwa mengambil hak orang lain tanpa hak (secara batil), sama halnya dengan memasukkan api dalam perut kita.

Ya Allah, berilah kepada kami rizeki yang halal lagi baik. Ampunilah dosa-dosa kami, dan jauhkanlah kami dari sifat rakus dan serakah. Rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil aakhirati hasanah waqina adzabannar.

Bookmark the permalink.

Leave a reply